Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Makna dan Karakteristik Warga Negara Global

Warga negara global adalah warga negara yang bertanggungjawab untuk memenuhi persyaratan institusional dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat (Korten, 1993). Sementara itu, Mansbach (1997) menggunakan istilah global actors yang membedakannya menjadi dua macam, yaitu intergovernmental organization (IGO) dan international nongovernmental organization (INGO). Menurutnya, kedua aktor ini memiliki peran yang sangat penting dan telah banyak terlibat dalam kehidupan kewarganegaraan. Lebih lanjut Mansbach (1997) menyatakan terdapat tiga alasan yang berpengaruh terhadap terbentuknya masyarakat global, yakni: 

Sumber gambar: BBC.com

1) Secara historis, kelompok-kelompok organisasi itu telah ada sejak lama 

2) Aktor-aktor global tersebut dituntut berbuat lebih banyak pada pasca era Perang Dingin. 

3) Ada beberapa organisasi regional, ada yang bersifat global dengan tujuan ganda. 

Ketiga alasan ini yang menjadikan warga negara atau masyarakat global ada sampai saat ini, termasuk di Indonesia. Untuk menjadi seorang warga negara global, terlebih dahulu seseorang harus menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab di negaranya. Sifat yang menjadi ciri khas dari seorang warga negara yang bertanggung jawab adalah adanya komitmen terhadap nilai integratif dan penerapan aktif kesadaran kitisnya, yaitu kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis, dan konstruktif, kemampuan melihat masalah dalam konteks jangka panjang, dan untuk membuat penilaian berdasarkan suatu komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka panjang. Sarana yang dipergunakan unuk menetapkan identitas dan pengakuan sah adalah organisasi sukarela. 

Cogan (1999) mengidentifkasi karakteristik warga negara yang dikaitkan dengan kecenderungan global saat ini, yaitu: 

1) Mendekati masalah dari sudut pandang masyarakat global 

2) Bekerja bersama dengan orang lain. 

3) Bertanggung jawab terhadap peran dan tanggung jawab masyarakat. 

4) Berpikir secara kritis dan sistematis.  

5) Menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan. 

6) Mengadopsi cara hidup yang melindungi lingkungan. 

7) Menghormati dan mempertahankan hak asasi. 

8) Berpartisipasi dalam masalah publik pada semua tingkat pembelajaran dan memanfaatkan teknologi berbasis informasi 

Sementara itu, Kanter, dalam Komalasari & Syaifullah (2009) menyatakan terdapat tiga ciri manusia kelas dunia (world class), yaitu: 

1) Konsep, berkaitan dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan gagasan- gagasan mutakhir 

2) Kompetensi, berkenaan dengan pengembangan kemampuan untuk bekerja secara multidisiplin. 

3) Koneksi, berhubungan dengan pengembangan jaringan sosial untuk melakukan kerjasama secara informal 

Selanjutnya Wisnubrata (2001) menambahkan dua syarat lagi untuk melengkapi syarat manusia kelas dunia, yaitu kredibilitas dan kepedulian. Kredibilitas disini berkaitan dengan integritas yang terdiri atas sikap jujur, perlakuan adil, sehingga akan membangun rasa percaya dan hormat dari orang lain. Kepedulian atau peka dan tanggap terhadap keperluan dan kondisi orang lain, memberi yang terbaik tanpa pamrih, berbagi pengetahuan dan informasi dalam rangka memperkaya wawasan dan mentalitas. 

c. Kompetensi Kewarganegaraan untuk Warga Negara Global 

Kata kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus dikuasai seorang peserta didik. Gordon (1988:43) mengemukakan bahwa kompetensi meliputi ”pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, dan minat”. Dalam pengertian yang lebih konseptual, McAsham (Komalasari, 2009) merumuskan kompetensi sebagai berikut: ”Competency is knowledge, skills, and abilities that a person can learn and develop, which become parts of his or her being ti the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behavior”. Pengertian di atas 30 sejalan dengan pendapat Debling (1995:80), Kupper dan Palthe (Wolf, 1995:40) yang mengatakan bahwa esensi dari pengertian kompetensi “is the ability to perform”. Debling (1995:80) mengatakan “competence pertains to the ability to perform the activities within a function or an occupational area to the level of performance expected in employment”. Kupper dan Palthe (Wolf, 1995:40) mengatakan “competencies as the ability of a student/worker enabling him to accomplish tasks adequately, to find solutions and to realize them in work situations. 

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan siswa yang berguna untuk kehidupannya di masyarakat. Kompetensi ini diantaranya dihasilkan dari proses pembelajaran di sekolah. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) menghasilkan kompetensi kewarganegaraan (civic competences) yang memberikan bekal menuju “to be a good citizens” (terbentuknya warga negara yang baik). Dengan demikian kompetensi kewarganegaraan adalah pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan siswa yang mendukungnya menjadi warga negara yang partisipatif dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 

Branson (1999:8-9) menegaskan tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat di era global. Partisipasi semacam itu memerlukan kompetensi kewarganegaraan sebagai berikut: 

(1) penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu; 

(2) pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris; 

(3) pengembangan karakter atau sikap mental tertentu; dan 

(4) komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi konstitusional. 

Terkait dengan hal di atas, Center for Civic Education (1994:45-56) merumuskan komponen-komponen utama civic competences yang merupakan tujuan civic education meliputi: 

1) Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) 

Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic knowledge) berkaitan dengan materi substansi yang seharusnya diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintah dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat global. 

2) Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills) 

Keterampilan Kewarganegaraan (civic skills) merupakan keterampilan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Civic skills mencakup intelectual skills (keterampilan intelektual) dan participation skills (keterampilan partisipasi). 

3) Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition) 

Komponen mendasar ketiga dari kompetensi kewarganegaraan adalah watak kewarganegaraan (civic disposition). Quigley, Buchanan, dan Bahmueller (1991: 11) merumuskan civic disposition adalah “…those attitudes and habit of mind of the citizen that are conducive to the healthy functioning and common good of the democratic system” atau sikap dan kebiasaan berpikir warga negara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari sistem demokrasi. Dalam konteks Indonesia, Winataputra (2001:492-493) mengemukakan butir-butir kompetensi kewarganegaraan bagi warga negara global yang dikembangkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dengan mendasarkan pada asumsi sebagai berikut: 

1) Kurikulum pendidikan persekolahan (SD sampai dengan SMA) untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu kesatuan utuh yang tertuju pada pencapaian kebulatan penguasaan kompetensi kewarganegaraan yang ditata secara artikulatif.  

2) Butir kompetensi kewarganegaraan yang diperlukan untuk dunia persekolahan adalah butir kompetensi yang secara psikologis dan pedagogis sesuai dengan perkembangan anak usia sekolah, dan secara kontekstual sesuai dengan lingkup kehidupan usia itu. 

3) Setiap butir kompetensi kewarganegaraan pada dasarnya memiliki substansi yang mendukung proses pembentukan kompetensi itu yang dapat diungkapkan dalam bentuk rumusan pokok materi atau tema atau generalisasi.